Kontroversi Naskah Wangsakerta, Menguak Jejak Sejarah atau Sekadar Rekayasa?
![]() |
Ilustrasi. Naskah Wangsakerta (Fathan Winarto) |
Naskah Wangsakerta diyakini berisi sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Tercatat ada sekitar 1.703 judul yang tersimpan di perpustakaan Kesultanan Cirebon, namun salinan naskah ini justru berada di Museum Sri Baduga, Bandung. Para peneliti menemukan bahwa naskah tersebut kemungkinan baru ditulis pada abad ke-19, bertolak belakang dengan klaim bahwa naskah ini berasal dari abad ke-17.
Isi dan Struktur Naskah
Naskah Wangsakerta terbagi menjadi beberapa bagian, seperti Pustaka Nagarakretabhumi, Pustaka Dwipantaraparwa, dan Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara. Masing-masing bagian menceritakan asal-usul berbagai kerajaan dan peradaban di Nusantara, bahkan ada kisah tentang era purba yang mendahului kerajaan Tarumanagara. Namun, kesan “kuno” pada bahasa dan aksara Jawa yang digunakan kerap kali dianggap palsu oleh para ahli.Panitia Wangsakerta dan Gotrasawala
Diceritakan bahwa Pangeran Wangsakerta memimpin sebuah panitia untuk menyusun naskah ini atas permintaan ayahnya, Panembahan Girilaya. Panitia tersebut mengadakan gotrasawala atau semacam seminar, yang melibatkan para ahli dari berbagai daerah di Nusantara. Proses penyusunan ini berlangsung dari tahun 1677 hingga 1698 Masehi. Namun, keabsahan panitia dan gotrasawala ini dipertanyakan oleh para sejarahwan karena tidak ada bukti fisik yang mendukung adanya pertemuan besar tersebut pada abad ke-17.Kritik Sejarahwan dan Akademisi
Para akademisi, termasuk sejarawan ternama Prof. Dr. M.C. Ricklefs, menyangsikan keaslian naskah Wangsakerta. Menurut Ricklefs, karakter penulisan aksara yang terkesan “kasar” serta istilah geografis seperti Jawa Kulwan (Jawa Barat), Jawa Madya (Jawa Tengah), dan Jawa Wetan (Jawa Timur) belum ada pada abad ke-17. Hal ini mengindikasikan bahwa naskah ini mungkin saja disusun di masa modern, yaitu pada abad ke-20.Selain itu, beberapa isi naskah yang mencocoki pandangan sejarahwan Belanda dari abad ke-20 seperti J.G. de Casparis dan N.J. Krom, semakin menimbulkan dugaan bahwa naskah ini disusun dengan merujuk pada sumber-sumber Barat. Ini menjadi salah satu alasan naskah Wangsakerta disebut “aspal” alias asli tapi palsu.
Fakta Menarik dan Kelemahan Naskah
Berikut ini beberapa alasan yang menjadikan Naskah Wangsakerta diragukan keasliannya:- Bahasa yang Dikuno-kunokan, Bahasa Jawa Kuno yang digunakan dinilai tidak sesuai dengan tata bahasa pada abad ke-17.
- Tidak Ada Nama Anggota Panitia, Tidak tercatat siapa saja anggota panitia Wangsakerta yang dikatakan menyusun naskah ini.
- Minimnya Informasi tentang Tarumanagara, Tarumanagara hanya disinggung sekilas, meskipun dalam naskah terdapat urutan lengkap raja Salakanagara yang lebih tua.
- Fisik Naskah, Kertas dan tinta yang digunakan menunjukkan usia sekitar 100 tahun, bertolak belakang dengan klaim abad ke-17.
- Penggunaan Nama “Sriwijaya”, Nama kerajaan ini baru dikenal pada abad ke-20, tidak mungkin muncul di naskah abad ke-17.
Penggunaan Naskah dalam Sejarah Indonesia
Meski diragukan, naskah Wangsakerta tetap digunakan sebagai sumber dalam penelitian sejarah Indonesia. Namun, banyak ahli menilai isinya perlu diinterpretasi dengan kritis, terutama untuk menghindari kekeliruan dalam memahami sejarah Nusantara.Naskah Wangsakerta adalah contoh menarik bagaimana sejarah bisa saja terbentuk dari perpaduan fakta dan mitos, atau bahkan interpretasi modern yang kurang tepat. Di balik kontroversinya, naskah ini mengingatkan kita betapa pentingnya kritik dan penelitian mendalam dalam menilai sebuah sumber sejarah.***